Bagi yang suka
memperhatikan angka, 2015 tidaklah semenarik 2012. Bahkan, angka 2012
disebut angka keramat karena prediksi sebagian para futurolog (ahli
ramal) adalah saat dimana Kiamat terjadi. Bahkan film dengan judul
yang sama yaitu 2012 laris manis menjadi box office dunia.
Sebaliknya 2015 tentunya tidak banyak yang tahu, ada apa di tahun itu
dan mengapa kita mesti tahu. Ya, 2015 adalah saat dimana akan terjadi
Masyarakat Komunitas ASEAN. Apa pengaruhnya bagi kita orang
Indonesia? Dan apa yang harus kita siapkan menghadapi bentuk
komunitas itu?
Sebagai ulasan
pembuka, ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara telah
mencanangkan bahwa 2015 masyarakat ASEAN akan menjadi sebuh
masyarakat tunggal dimana arus kegiatan ekonomi dan sosial akan
berjalan dengan bebas. Mudahnya, orang-orang dari negara tetangga
seperti Malaysia, Singapore, Thailand dan negara ASEAN lainnya akan
dengan mudah masuk dan mencari kerja di Indonesia. Tentu saja
definisi itu sangat sempit mengingat dalam konteks komunitas tidak
saja mengenai ekonomi dan sosial, tetapi lebih jauh lagi pada semua
aspek kemsayarakatan.
Banyak dari kita
yang belum tahu akan hal ini. Salah satunya disebabkan minimnya
pemberitaan tentang ASEAN dan terbatasnya literatur atau dokumentasi
yang menceritakan segala aktifitas yang dilakukan oleh ASEAN. Mengapa
hal ini sampai terjadi? Jawaban sederhananya adalah karena ASEAN
dikenal sebagai organisasi yang state-centric dimana semua
kegiatan dilakukanmelalui mekanisme perwakilan negara. Dengan rencana
diberlakukannya Masyarakat Komunitas ASEAN 2015, mau tidak mau pola
state-centric harus dirubah menjadi people-centered
dimana titik berat pelaku adalah masyarakat itu sendiri.
Tantangan ASEAN
Dalam usianya yang
sudah lebih dari 40 tahun, ASEAN mengalami pasang surut sebagai
sebuah organisasi regional. Kedigdayaan ASEAN di tahun 70 an dan 80
an tidak tebantahkan karena memang saat itu ASEAN menjadi isu seksi
yang banyak diulas media. Keberhasilan Jakarta Informal Meeting
(JIM) dalam membantu penyelesain konflik di Kamboja menorehkan tinta
emas dalam sejarah. Namun apa yang terjadi sekarang sangat bebeda.
Bahkan, ada seruan bahwa ASEAN sudah tidak lagi relevan dengan jaman
atau malah sebaiknya dibubarkan saja. Di saat krisis ekonomi Asia
tahun 1997, seolah ASEAN tidak bergigi untuk membantu negara-negara
anggotanya yang berjuang untuk keluar dari krisis.
Hal kedua adalah
munculnya fakta bahwa kerjasama antar negara ASEAN memberikan
keuntungan sedikit dibanding melakukan kerjasama dengan negara lain
semisal dengan Cina, Australia, Amerika dan negara-negara Eropa. Data
statistik tahun 1999 mengungkap bahwa volume export intra ASEAN
hanya sebesar 199.587 Milliar dollar dan bandingkan dengan volume
export extra ASEAN yang mencapai 610.901 Milliar dollar (ASEAN,2010).
Ini artinya bahwa melakukan kerjasama dengan pihak diluar ASEAN jauh
lebih menguntungkan.
Konflik internal
antar negara juga memberi beban lain yang mengganjal ASEAN. Kasus
Indonesia dan Malaysia hanya segelintir dari banyak masalah yang
muncul tentang perbatasan. Yang lain adalah perbutan kuil antara
Thailand dan Kamboja serta rebut kepemilikan kepulaun Spratley antara
Philippina dan Indonesia. Isu terorisme dan buruh migran juga sangat
mempengaruhi pola hubungan dan keharmonisan ASEAN. Memang betul,
setumpuk masalah ini tudak pernah bisa diselesaikan dengan tuntas.
Kesiapan Menuju
2015
Ada banyak hal yang
perlu dibenahi menuju ASEAN 2015. Diantara faktor penting adalah
ketiadaan kepemimpinan dan keteladanan di ASEAN. Dulu, salah satu
keberhasilan ASEAN adalah karena dukungan penuh para pemimpin negara
nya. Tengoklah Indonesia di jaman itu yang mempunyai Soeharto, lalu
ada Mahatir di Malyasia dan Lee Kwan Yu di Singapore. Ketiga tokoh
kunci ini ikut andil besar dalam merah hijaunya ASEAN. Lihat kondisi
sekarang, jangankan berkiprah di ASEAN, untuk menyelsaikan masalah
domestik saja, Indonesia sudah kehabisan tenaga. Setali tiga uang,
demonstrasi di Malaysia yang dikenal dengan Demonstrasi Sabtu membuat
negara jiran ini juga waspada akan upaya penggulingan kekuasaan.
Singkatnya, negara-negara anggota ASEAN lebih banyak disibukkan
dengan agenda nasional masing-masing ketimbang mengurusi ASEAN
Justru pelaku
komunitas ASEAN malah diabaikan dalam hal ini. Masyarakat di
negara-negara ASEAN khususnya Indonesia bisa dipastikan tidak paham
apa ASEAN dan apa yang akan terjadi di tahun 2015. Mereka perlu
disiapkan. Bagaimana caranya? Upaya publikasi perlu digencarkan.
Jangan sampai masyarakat Indonesia justru dirugikan akan adanya 2015.
Serial Seminar ASEAN seperti yang terjadi di Malang Jawa Timur pada
18 Juli 2011 juga perlu disosialisakan secara intensif dan publikasi
di media massa akan isu ini sudah sepantasnya diangkat menjadi agenda
penting dalam waktu dekat.
Pelaku bisnis pun
perlu siap siaga karena di 2015 kompetisi tidak lagi dengan pelaku
bisnis lokal tetapi sudah regional. Akan semakin banyak barang dan
jasa yang melimpah ruah di pasar Indonesia. Kalau kita sudah ribut
dengan CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area), maka bisa dibayangkan
apabila kita juga harus berhadapan dengan produk negara ASEAN yang
lain. Sekali lagi kita harus siap! Untuk itu, informasi tentang hal
ini perlu ditularkan kepada pelaku bisnis yang lain sehingga ada
upaya persiapan kolektif atau strategi aplikatif untuk menghadapi
serbuan pasar dari negara ASEAN lain.
Pihak kampus pun
perlu menata diri. Angkatan kerja yang dihasilkan harus mampu
berkompetisi dengan calon pekerja dari negara asing. Fakta di
lapangan, sudah banyak tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia
walaupun masih sangat sedikit jumlahnya. Jangan sampai kampus menjadi
University of Jobless Maker karena ketidak siapan memberikan
kompetensi unggulan kepada lulusannya. Sekali lagi, kita harus siap
menghadapi ASEAN 2015.
0 komentar:
Posting Komentar